KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya yang mana penulis masih diberikannya kesabaran dan
ketabahan dalam menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya yang telah
ditentukan. Adapun penulis mengangkat judul makalah dengan judul Pemakaian Bahasa, Jenis, Relasi, dan
Perubahan Makna.
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah hendak
memenuhi tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia yang telah diberikan guru
pembimbing, agar kami lebih memahami pemakaian bahasa itu. Sebelumnya penulis
menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan
dalam tulisan yang dibuat oleh penulis, untuk itu penulis meminta maaf.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih dan
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun makalah kami demi
penyempurnaan dan perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Sragen, 12 November 2011
penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................
2
DAFTAR
ISI ..................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................
4
A. Latra Belakang
Masalah..................................................................................
4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
4
C. Tujuan
Masalah .............................................................................................
4
BAB I
PEMAKAIAN BAHASA JENIS RELASI DAN PERUBAHAN MAKNA.................. 5
A. Pengertian
Makna...........................................................................................
5
B. Jenis-jenis Makna...........................................................................................
5
C. Relasi Makna..................................................................................................
8
D. Perubahan
Makna...........................................................................................
10
BAB III PENUTUP............................................................................................
16
1. Kesimpulan ...................................................................................................
16
DAFTAR
PUSTAKA...........................................................................................
16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada umumnya makna bahasa merupakan suatu tataran linguistik, semantik
dengan objeknya yakni makna yang berada di seluruh atau di semua
tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis yang
dapat dilakukan serta digunakan. Di dalam kajian atau pembahasan
yang mengenai perubahan makna memiliki bagian-bagian yang harus dipaparkan dan
diselesaikan. Adapun bagian- bagian dari perubahan makna tersebut
yaitu, jenis-jenis makna, relasi makna,dan perubahan makna.
B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah penyelesaian masalah diatas kami membuat beberapa rumusan
masalah, yaitu:
1. Apa yang dimaksud
dengan makna.
2. Apa yang dimasud
dengan relasi makna.
3. Apa yang dimaksud
dengan perubahan makna.
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam makalah
ini ialah:
1. Untuk mengetahuai
apa yang dimaksud dengan makna
2. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan perubahan dan jenis-jenis
perubahan makna.
3. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan relasi makna.
4. Untuk mengetahui
hubungan hubungannya dalam pemakian bahasa.
BAB II
PEMAKAIAN BAHASA JENIS RELASI DAN PERUBAHAN MAKNA
A. Pengertian Makna
Menurut KBBI ( Kamus Besar Bahasa Indonesia) makna yaitu arti, maksud dan
pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Maka dapat
disimpulkan bahwa makna merupakan suatu arti atau maksud terhadap sesuatu yang
akan dimaknai dalam pemakaian makna.
B. Jenis- Jenis Makna
Jenis-jenis makna adalah berbagai ragam makna yang terdapat dalam sebuah
bahasa. Jenis makna menunjukkan adanya perbedaan makna. Makna kata dalam bahasa
Indonesia bisa beraneka ragam karena berhubungan dengan pengalaman, sejarah,
tujuan, dan perasaan pemakai bahasa. Meskipun pemakai bahasa itu beraneka
ragam, namun tetap memiliki makna dasar ( pusat).
Pateda (1986) misalnya secara alfabetis telah mendaftarkan adanya 25 jenis
kata, yaitu afektif, makna denotatif, makna deskriptif, makna ekstensi, makna
emotif, makna gereflekter, makna ideasional, makna intense, makna gramatikal,
makna kiasan, makna kognitif, makna kolokasi, makna konotatif, makna
konseptual, makna konstruksi, makna leksikal, makna luas, makna piktorial,
makna proposional, makna pusat, makna referensial, makna sempit, makna
stilistika, dan makna tematis. Ada istilah yang berbeda namun tetap sama atau
hampir sama, tetapi ada pula istilah yang sama maksud berbeda.
Sementara itu, Leech( 1976) yang karyanya banyak dikutip dalam studi
semantik membedakan adanya tujuh tipe atau jenis makna yaitu makna konseptual,
makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, makna reflektif, makna
kolokatif, dan makna tematik.
Sesungguhnya jenis atau tipe makna memang dapat dibedakan berdasarkan
kreteria dan sudut pandang. Jika berdasarkan jenis semantiknya makna dapat
dibedakan yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Sesuai dengan pembahasan
makalah ini, maka akan kami jelaskan apa itu makna leksikal dan makna
gramatikal.
1) Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Leksikal adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina, leksikal
(vokabuler, kosakata, pembendaharaan kata). Satuan dari leksikal adalah leksem,
yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Makna leksikal dapat diartikan
sebagai makna yang bersifat leksikal, leksem, atau bersifat kata. Oleh karena
itu, dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dngan
referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna
yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Umpanya kata tikusmakna leksikalnya
adalah sebangsa binatang
pengerat yang dapat menyebabkan timbul penyakit tifus.
Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau pada contoh Panen kali ini gagal akibat serangan hama
tikus. Di sini jelas dikatakan bahwa katatikus pada kedua kalimat itu menunjukkan kepada binatang tikus bukanlah
pada orang lain. Sedangkan pada contoh yang menjadi Tikus di dalam gudang kami ternyata berkepala hitam. Contoh
kalimat ini tidak merupakan leksikal karena tidak menunjuk ke binatangnya
melainkan kepada orang lain.
Berdasarkan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa makna leksikal dari
suatu kata adalah gambaran yang nyata tentang suatu konsep seperti yang
dilambangkan kata itu. Kalau makna leksikal itu berkenaan dengan makna leksem
atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna
yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi,
proses reduplikasi, dan proses komposisi. Proses afiksasi awalan ter-pada kata angkat dalam
kalimat Batu seberat itu
terangkat juga oleh adik berarti melahirkan makna ‘dapat’, dan
dalam kalimat Ketika balok itu
ditarik papan itu terangkat ke atas. Melahirkan makna gramatikal
tidak sengaja.
Oleh karena itu, maka sebuah kata, baik kata dasar maupun kata jadian,
sering sangat tergantung pada konteks kalimat atau konteks situasi maka makna
gramatikal ini sering disebut makna kontekstual atau makna situasional. Selain
itu juga, disebut makna struktural karena proses dan satuan-satuan gramatikal
itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan.
2) Makna Referensial dan Nonreferensial
Makna referensial adalah makna yang apabila kata itu mempunyai referen,
yaitu sesuatu diluar bahasa yang diacu oleh kata itu maka tersebut disebut kata
bermakna referensial. Contohnya, kata meja dan kursi termasuk
kata yang bermakna referensial karena keduanya mempunyai referen, yaitu sejenis
perabot rumah tangga yang disebut “meja”dan kursi. Sedangkan kalau kata-kata
itu tidak memiliki referen maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial.
Contonya, kata karena dan tetapi tidak mempunyai referen. Jadi, kata dan tetapi
termasuk kata yang bermakna nonreferensial.
3) Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif (sering juga diasebut makna denotasional, makna konseptual,
atau makna kognitif karena dilihat dari sudut yanga lain) pada dasarnya sama
dengan makna referensial sebab makna denotatif ini lazim diberi penjelasan
sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan,
penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna
denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Lalu karena itu
makna denotasi sering disebut sebagai makna sebenarnya umpamanya kata perempuan
dan wanita kedua kata ini mempunyai makna denotasi yang sama yaitu manusia
dewasa bukan laki-laki. Begitu juga dengan gadis dan perawan;
kata istri dan bini.
4) Makna Kata dan Makna Istilah
Makna kata sebagai istilah memang dibuat setepat mungkin untuk menghindari
kesalahpahaman dalam bidang ilmu atau kegiatan tertentu. Dalam bidang
kedokteran katatangan dan lengan digunakan sebagai istilah
untuk pengertian yang berbeda. Tangan adalah
pergelangan sampai kejari-jari sedangkan lengan dari pergelangan sampai ke
pangkal bahu.Telinga adalah
bagian dalam dari alat pendengaran sedangkan kuping adalah bagian luarnya.
5) Makna Konseptuan dan Asosiatif
Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai
dengan referennya, dan makna yang bebas dari asosiatif atau apa pun. Jadi,
sebenarnya makna konseptual itu sama dengan makna referensial, makna leksikal,
dan makna denotatif. Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang dimiliki
sebuah kata dan berkenaan dengan keadaan di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan makna
suci atau kesucian, kata merah berasosiasai
dengan makna berani, atau juga dengan golongan komunis kata cendrawasih
berasosiasi dengan makna indah.
6) Makna Ideomatikal dan Peribahasa
Idiom adalah satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase maupun kalimat)
yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal
unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut.
7) Makna Kias
Penggunaan istilah arti kiasan ini sebagai oposisi dari arti sebenarnya.
Oleh karena itu, bentuk bahasa (baik kata, frase, maupun kalimat)
yang tidak merujuk pada arti kata sebenarnya (arti leksikal, konseptual, atau
denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti putri malam dalam arti bulan,
dan raja siang dalam
arti matahari semuanya mempunyai makna kiasan.
8) Makna Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi
Makna lokusi ialah makna yang seperti dinyatakan dalam ujaran makna harfiah
atau makna apa adanya. Sedangkan makna ilokusi ialah makna yang seperti
dipahami oleh pendengar. Sebaliknya yang dimaksud dengan makn
aperlokusi adalah makna yang seperti diingankan oleh penutur.
C. Relasi Makna
Setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia seringkali kita temui adanya
hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa
lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Hubungan atau relasi
kemaknaan menyangkut hal kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna (antonimi),
kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan
makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (
redundasi).
1. Sinonimi
Secara etimologi kata sinonimi berasal
dari bahasa Yunani Kuno, yaitu Onoma yang
berarti ‘ nama’ dan syn yang
berarti ‘ dengan’ maka secara harfiah kata sinonimi berarti ‘ nama lain untuk benda atau hal ya ng
sama’. Secara semantik Verhaar (1978) mendefinisikan sebagai ungkapan (dapat
berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna
ungkapan lain. Contoh: Mati, wafat, meninggal, gugur, dan mampus adalah lima
buah jata yang bersinonim.
2. Antonimi
Kata antonomi berasal
dari bahasa kata Yunani kuno, yaitu Onoma yang
artinya ‘ nama’ dan anti yang
artinya ‘ melawan’. Maka secara harfiah antonomi berarti nama lain untuk benda
lain pula.
Contoh:
Bagus > <
buruk
Besar > <
kecil
3. Homonimi
Secara semantik Verhaar (1978:94) menyatakan homonimi ialah sebagai
ungkapan berupa kata, frase atau kalimat yang bentuknya sama dengan ungkapan
lain tetapi maknanya tidak sama.
Contoh :
Bisa, dapat berarti sanggup, dapat dan bisa juga dapat berarti racun
ular.
4. Polisemi
Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga
frase) yang memiliki makna lebih dari satu.
Contoh :
Kepala, kepala memiliki makna (1) bagian tubuh dari leher ke atas, seperti
yang terdapat pada manusia dan hewan, (2) bagian dari suatu yang berbentuk
bulat seperti kepala paku, dan kepala jarum, (3) pemimpin atau ketua seperti
kepala sekolah, kepala kantor dan lain-lain.
5. Hiponimi
Secara semantik Verhaar (1978 :137) mengatakan hiponim ialah ungkapan
(biasanya berupa kata, frase, klausa atau kalimat) yang maknanya dianggap
merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain.
Contoh :
Kata Bemo dan kendaraan.
Kata Bemo berhiponim terhadap
kata kenderaan.
6. Redundansi
Istilah redundansi sering diartikan sebagai berlebih-lebihan pemakaian
unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.
Contoh:
a. Nasi dimakan kucing
b. Nasi dimakan oleh kucing
Makna dalam kalimat (a) tidak akan berubah meskipun pada kalimat ( b)
ditambah pemakaian kata oleh.
Tetapi kalimat (b) dianggap sebagai sesuatu yang redundansi (yang
berlebih-lebihan) yang sebenarnya kata oleh itu tidak perlu dipakai.
D. Perubahan Makna
1) Pelancar Perubahan
Makna
Bahasa itu relatif berubah. Perubahan bahasa dapat terjadi dalam dua
lapisan, baik lapisan bentuk maupun lapisan makna. Perubahan bentuk bahasa akan
mengakibatkan perubahan maknanya. Ada enam faktor yang memperlancar perubahan
makna yaitu :
a. Bahasa itu berkembang.
b. Bahasa bersifat samar.
c. Bahasa bersifat taksa.
d. Bahasa kehilangan
motivasi.
e. Bahasa memiliki
struktur leksikal.
f. Bahasa bermakna ganda.
2) Penyebab Perubahan Makna
Makna kata dalam sebuah bahasa sering mengalami perubahan (Sudaryat
2008:49). Perubahan itu dapat terjadi karena berbagai faktor, yaitu sebagai
berikut:
a. Faktor linguistik.
b. Faktor historis.
c. Faktor sosiologis.
d. Faktor psikologis.
e. Faktor bahasa asing.
f. Faktor kebutuhan
leksem baru.
Mengapa makna kata itu berubah, sebab perubahan makna dan wujud perubahan
makna itu bagaimana (Chaer, 2009:130-144).
1. Sebab-sebab perubahan makna kata
Adapun sebab-sebab
perubahan makna sebuah kata, yaitu:
a) Perkembangan dalam
ilmu dan teknologi
Perkembangan dalam bidang ilmu dan kemajuan dalam bidang teknologi dapat
menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Sebuah kata yang tadinya
mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan
walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari
pandangan baru, atau teori baru dalam suatu bidang ilmu atau sebagai akibat
dalam perkembanagan teknologi. Misalnya, kata berlayar yang pada awalnya bermakna ‘perjalanan di laut (di
air) dengan menggunakan perahu atau kapal yang digerakkan dengan tenaga layar’. Walaupun kapal-kapal besar
tidak lagi menggunakan layar, tetapi sudah menggunakan tenaga mesin, tenaga
nuklir, namun kata berlayar masih
tetap digunakan.
b) Perkembangan sosial
dan budaya
Perkembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan
terjadinya perubahan makna. Sama seperti yang terjadi sebagai akibat
perkembangan bidang-bidang ilmu, dan teknologi, sebuah kata yang pada mulanya
‘a’ lalu berubah menjadi bermakna ‘b’ atau ‘c’ jadi, bentuk katanya tetap sama
tetapi konsep makna yang dikandungnya sudah berubah. Misalnya, kata saudara dalam bahasa Sanskerta
bermakna ‘seperut atau satu kandungan’, tetapi kini kata saudara juga digunakan
untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus
sosial yang sama.
c) Perbedaan bidang
pemakaian
Setiap bidang kehidupan atau kegiatan memiliki kosakata tersendiri yang
hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang yang
bersangkutan. Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu
didalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat terbantu dari bidangnya: dan
digunakan dalam bidang lain atau menjadi kosa kata umum. Oleh karena itu,
kata-kata tersebut menjadi memiliki makna baru atau makna lain di samping makna
aslinya (makna yang berlaku dalam bidangnya). Misalnya, kata menggarap yang berasal
dari bidang pertanian dengan segala macam derivasinya, seperti tampak dalam frase menggarap sawah, tanah garapan, dan petani penggarap, kini
banyak juga digunakan dalam bidang-bidang lain dengan makna ‘mengerjakan’
seperti tampak digunakan dlam frasemenggarap skripsi, menggarap naskah drama, menggarap
generasi muda, dan menggarap usul para anggota.
d) Adanya asosiasi
Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan
dalam bidang yang lain, di sini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan
hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Misalnya,
kata amplop yang
berasal dari bidang administrasi atau surat menyurat, makna asalnya adalah
‘sampul surat’. Ke dalamamplop itu
selain bisa dimasukkan surat, juga bisa dimasukkan benda lain, misalnya uang.
Oleh karena itu, dalam kalimat beri beri
saja amplop maka urusan pasti beres kata amplop disitu bermakna ‘uang ‘ sebab amplop yang dimaksud bukan
berisi surat atau tidak berisi apa-apa melainkan berisi uang sebagai
sogokan.
Asosiasi antara amplop dengan uang ini
adalah berkenaan dengan wadah. Jadi, meneyebut wadahnya yaitu amplop tetapi yang dimaksud
adalah isinya, yaitu uang.
e) Pertukaran tanggapan
indra
Alat indra sebenarnya sudah mempunyai tugas-tugas tertentu untuk menangkap
gejala-gejala yang terjadi di dunia ini. Misalnya rasa pahit, manis harus
ditangkap oleh perasa lidah. Dalam penggunaan bahasa terjadi kasus pertukaran
tanggapan antara indra yang satu dengan indra lain. Rasa pedas, misalnya, yang
seharusnya ditanggap dengan alat indra perasa pada lidah, tertukar menjadi ditanggap
oleh alat indra pendengaran seperti tampak dalam ujaran kata-katanya
cukup pedas. Pertukaran
alat indra penanggap biasa disebut dengan istilahsinestesia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani sun artinya ‘sama’ dan
aisthetikas artinya ‘tampak’.
Contoh
1. suaranya sedap didengar
2. warnanya enak dipandang
Sedap adalah urusan
indra perasa tetapi dalam contoh di atas menjadi tanggapan indra pendengaran, enak adalah juga urusan
indra perasa tetapi dalam contoh di atas menjadi taggapan indra penglihatan
yaitu, mata.
f) Perbedaan tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata yang sebenarnya secara sinkronis telah
mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun, pandangan hidup dan ukuran dalam
norma kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang menjadi memiliki rasa
yang “rendah”, kurang menyenangkan dan ada juga yang memiliki nilai rasa yang
“tinggi”. Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah lazim disebut
peyoratif, sedangkan yang menilainya naik menjadi tinggi disebut amelioratif.
Contoh :
Kata bini dewasa
ini dianggap peyoratif sedangkan kata istri dianggap ameliortif, katalaki dianggap peyoratif berbeda
dengan suami yang dianggap sebagai amelioratif.
g) Adanya penyingkatan
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang karena sering
digunakan maka tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan orang sudah
mengerti maksudnya. Oleh karena itu, kemudian orang lebih banyak menggunakan
singkatan saja dari pada menggunakan bentuk utuhnya.
Contoh :
Kalau dikatakan ayahnya meninggal tentu maksudnya
adalah meninggal dunia.
Jadi, meninggal adalah bentuk singkat
dari ungkapan meningal dunia.
h) Proses Gramatika;
Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi (penggabungan
kata) akan menyebabkan terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang
terjadi sebenarnya bukan perubahan makna , sebab bentuk kata itu sudah berubah
sebagia hasil proses gramatikal. Jika bentuknya berubah maka makna
pun akan berubah. Jadi, tidaklah dapat dikatakan kalau dalam hal ini telah
terjadi perubahan makna sebab yang terjadi adalah proses gramatikal, dan proses
gramatikal itu telah ‘melahirkan makna-makna gramatikal’.
Contoh :
i) Pengembangan istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah
dengan memanfaatkan kosakata bahasa Indonesia yang ada dengan memberi makna
baru, dengan cara menyempitkan makna kata tersebut , meluaskan maupun memberi
arti baru. misalnya katapapan yang
semula bermakna ‘ lempengan kayu ( besi dan sebagainya) tipis, kini diangkat
menjadi istilah untuk makna ‘perumahan’ ; kata sandang yang semula bermakna ‘selendang’ kini
diangkat menjadi istilah pakaian’.
2. Jenis Perubahan
Selain dari sebab-sebab terjadinya perubahan makna, maka ada pula
jenis-jenis perubahan makna, yaitu sebagai berikut:
a) Meluas
Perubahan makna meluas
adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya
memiliki sebuah makna,
tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain.
Contohnya: kata saudara yang
sudah disinggung di depan, pada mulanya hanya bermakna ‘seperut’ atau ‘sekandungan’.
Kemudian, maknanya bisa berkembang menjadi ‘siapa saja yang sepertalian darah’
akibatnya, anak paman pun disebut saudara.
b) Menyempit
Menyempit yang dimaksud di sini adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata
yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi
terbatas hanya pada sebuah makna saja. Contohnya: pada kata sarjana yang pada mulanya
berarti ‘orang pandai’ atau ‘cendikiawan’,
kemudian hanya berarti’ orang yang lulus dari perguruan tinggi’, seperti tampak
pada sarjana sastra, sarjana
ekonomi, dan sarjana hukum. Betapapun pandainya seseorang mungkin
sebagai hasil belajar sendiri, kalau bukan tamatan suatu perguruan tinggi,
tidak bisa disebut sarjana. Sebaliknya,
betapa pun rendahnya indeks prestasi seseorang kalau dia sudah lulus dari
perguruan tinggi, dia kan disebut sarjana.
c) Perubahan total
Dimaksud dengan perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah
kata dan makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang
masih ada Contohnya: kata ceramah pada
mulanya berarti ‘cerewet’ atau
‘banyak cakap’ tetapi kini berarti pidato atau uraian mengenai suatu hal yang
disampaikan disepan orang banyak.
d) Penghalusan (eufemia)
Pembicaraan mengenai penghalusan mengenai penghalusan ini kita berhadapan
dengan gejala yang ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap
memiliki makna yang lebih halus,atau lebih sopan dari pada yang akan
digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan
gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia. misalnya: kata penjara atau bui diganti dengan
kata/ ungkapan yang maknanya dianggap lebih halus yaitu lembaga pemasyarakatan; di penjara atau dibui diganti menjadidimasukkan ke lembaga pemasyarakatan. Kata korupsi diganti denganmenyalahgunakan jabatan. Kata pemecatan (dari pekerjaan)
diganti dengan pemutusan hubungan
kerja (PHK).
e) Pengasaran
Kebalikan dari penghalusan adalah pengasaran (disfemia), yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus
atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala
pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah atau
menunjukkan kejengkelan. Misalnya kata menjebloskan yang dipakai untuk menggantikan kata memasukkan, seperti dalam
kalimat polisi
menjebloskannya ke dalam sel. Begitu juga dengan kata mendepak yang menggantikan
kata mengeluarkan.
BAB III
Penutup
Penutup
3.1 Kesimpulan
Makna yaitu arti, maksud dan pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk
kebahasaan. Maka dapat disimpulkan bahwa makna merupakan suatu arti atau maksud
terhadap sesuatu yang akan dimaknai dalam pemakaian makna. Jenis-jenis makna
terbagi menjadi dua bagian yaitu, makna leksikal dan makna gramatikal.
Hubungan atau relasi kemaknaan menyangkut hal kesamaan makna (sinonimi),
kebalikan makna (antonimi), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas),
ketercakupan makna (hiponimi), kelainann makna (hononimi), kelebihan makna (
redundasi).
3.2 Daftar Pustaka
Sudaryat,yayat.
2008. Makna dalam Wacana.
Bandung: Yrama Widia
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.
Jakarta: Rineka cipta
0 comments:
Post a Comment